Tuesday, December 27, 2016

Kangen

Assalamualaikum,, menjelang tengah malam gini mendadak bikin tulisan mama, bukan karena bulan Desember jadi latah bikin tulisan ke ibu-ibuan kayak gini yah, tapi emang beneran kangen aja. Banyak hal terjadi beberapa tahun terakhir ini, dilamar, menikah, pindah rumah, hamil, melahirkan lalu membesarkan seorang anak. Awalnya nggak sadar sih tentang semua ini, proses yang dijalani ini, nggak ngeuh sama yang dirasakan sejak pisah rumah dan jauh, perasaan yang muncul setiap berinteraksi sama Syams, ingatan yang tiba-tiba kembali ke masalalu dan setelah sekian lama saya baru sadar, yup saya kangen mama.

Pernah denger nggak “nanti kalau kamu punya anak, coba rasain sendiri” pernah? Saya sering, mama yang bilang dulu, saat saya bilang kulitnya mulai keriput atau saat matanya muncul kerutan. Sering juga dengar tentang “nanti kerasa kalau udah punya anak” saat bandel dan nggak nurut, berontak akan sesuatu dan meninggi saat diskusi. Hari-hari saya sekarang diisi oleh kenangan itu, dimulai saat sulitnya masa-masa ngidam ditrimester awal kehamilan “mamah dulu gini juga ya” melewati mulesnya kontraksi dan rasanya berjuang saat lahiran normal. Sampai sekarang setiap mengajarkan hal baru ke Syams tiba-tiba ingatan masalalu itu muncul, ingatan ketika saya mengajarkan Syams minum dengan gelas, saat Syams yang cemburu meliat saya dan papamya pelukan, ingatan itu sering muncul, kenangan masa kecil saya dengan mama dan alm bapak (mendadak melow).

 Dari yang awalnya 24 jam bersama hingga  sekarang yang hanya diwaktu-waktu tertentu baru bisa mudik kebandung, mama tetep jadi partner love hate relationship (beneran deh, padahal lagi jauhan tapi kalo lagi berantem yaa berantem aja), banyak hal yang beliau ajarkan, dan nggak sedikit yang saya terapkan untuk keluarga, walaupun ajaran mama nggak semuanya sempurna, tapikan itulah yang menjadikan saya menjadi saya yang sekarang.


Bingung mau nutup postingan ini gimana, yang pasti merry mau bilang “maah... merry kangen, merry sayang mama...”

Thursday, December 22, 2016

Muslim Harus Kaya

Assalamualaikum,, masih semangat nulis disaat bayi tidur nih alhamdulillah. Mau cerita sedikit oleh-oleh dari seminar Haji dan Umroh yang saya dan suami ikuti beberapa waktu lalu di Serang. Ada sedikit yang menggelitik dari pa Udztad saat menyampaikan materi “orang Islam harus kaya, nggak boleh miskin, dan jangan malu berdoa minta kaya” itu yang beliau sampaikan lalu terpatri dihati hingga kini.

Beberapa malam setelahnya saya ngobrol sama suami tentang penampilan orang-orang shalih yang nampak “biasa aja” aneh liatnya bikin nggak tertarik sama Islam, lalu saya jawab dengan zuhud namanya. Zuhud itu kebalikan dari cinta atau semangat atau berpaling, jadi orang-orang shallih yang zuhud dunya itu mereka yang berpaling dari kenikmatan dunya tapi bukan berarti mereka nggak punya dunya (kekayaan) hanya saja menikmatinya dengan cara berbeda.

Mencontoh rasulullah yang selalu dianggap miskin karena hadist yang mengisahkan beliau yang tidur dipelapah kurma, hingga membekas dipunggungnya, membuat kita beranggapan semiskin itu rasul hingga beliau harus bersusah-susah seperti itu. Lupakah juga bahwa beliau memiliki kendaran terbaik di zamannya? Seekor unta perang paling gagah yang kalau mau dikonversikan saat ini dengan mobil palimg baik berapa kah harganya? Adakah orang miskin memilikinya? Lupa juga kah tentang mahar yang beliau berikan kepada Siti Khadijah saat meminangnya? Yang jika dikonversikan rupiah saat ini bisa mencapai ratusan juta rupiah. Masih berfikiran rasulullah miskin? Sebaiknya kita makin rajin membaca tentang beliau lebih banyak lagi.

Kembali lagi ke acara seminar itu, saat sang Udztad memberi tahu cara untuk kaya, untuk apa jadi kaya, mau diapakan kekayaan kita agar tak sulit menjawabnya saat hisab kelak. Mulai saat itu sampai sekarang dan inysyaallah istiqomah hingga nanti saya bisa berdoa dan meminta untuk kaya, saya dengan malu-malu meminta harta yang datang itu banyak juga melimpah, yang halalan toyibah harta yang berkah yang jika kami gunakan harta tersebut untuk ibadah tak ada rasa gelisah menggelayut dalam dada, kekayaan yang bisa menuntun anak keturunan saya untuk menjadi ikhsan terbaik. Saya berdoa minta dijadikan orang kaya yang dengan kekayaannya bisa membawa keluarga kami menuju jannah, yang saking kayanya bisa menghaji umrohkan banyak orang, karena patokan kaya menurut saya jika hati sudah tidak merasa berat mengeluarkan uang untuk menghaji kan orang lain (aamiin yaa allah).

Semoga doanya diijabah usahanya dipermudah dan bisa diamalkan juga yaa doanya buat yang baca, agar kita menjadi umat yang tangguh, umat yang kuat, umat yang membanggakan aamiin.


Dewasa (Tanda tanya)

Assalamualaikum, lama banget nggak nulis padahal buanyak banget yang pengen diceritakan namun apa daya laptop hang digeprak bayi, lalu dia sakit, kemudian saya sakit dan disusul bapake yang sakit dan berakhirlah berbulan bulan ini tanpa menulis.

Seiring dengan bertumbuhnya syams, banyak sekali ketemu hal-hal yang hmmm gimana yah ceritanya, hal hal yang bikin “oh iyaya” sering banget bersinggungan dengan sesuatu yang membuat saya berfikir bahwa apa yang mama dan alm bapak saya lakukan dulu itu ternyata kok yaaa,, kenapa aku dulu berfikir begini,, kok kami dulu (saya dan adik-adik) nggak ngerti dan ya itu tadi, banyak momen “oh iyaya” yang muncul.

Jadi berawal sejak kehamilan, saya mulai baca tentang banyak hal untuk menjadi orang tua dari berbagai referensi ada buku, artikel di google, blog sampai sering baca BC di grup mamak-mamak muda yang sumbernya dari berbagai pakar (Bu Elly Risman misalnya). Tulisan yang berisi tentang pola asuh, cara mendidik dan bagaimana untuk bersikap saat ada masalah sebagai rang tua dan banyak trial and error yang terjadi pada orang tua lain yang bisa dijadikan contoh atau diambil pelajaran, dari sana saya banyak menemukan kesamaan dengan pola asuh yang saya terima sejak kecil hingga sekarang bahkan setelah menikah dan menjadi orang tua, ilai-nilai itu masih tetap ada. Lalu berfikir berarti selama ini omelan mama, cerewet disuruh ini itu, disuruh ini itu ternyata memang betul akan diperlukan.

Contoh terkecil yang saya dapat adalah kemampuan saya di dapur yang saya anggap spele dan malah nggak ada apa-apanya di banding para master chef (yaiyalah mereka hehe) maksudnya saya kira saya ini masuk kasta terendah dalam lifeskill ternyata banyak teman yang sama aja bahkan jauh lebih nggak bisa bersihin sisik ikan dan insangnya, bersihin ayam potong sampai ngambilin daging dari kaki kambing kurban. Saya bisa lakukan hehehe ngerasa bangga dikit dan banyak terimakasih buat mama yang sejak kecil kalau pulang dari pasar ngasih tugas kami anak-anaknya untuk bersihin lauk pauk yang dibeli, ditatar dengan benar, dikasih contoh dengan seksama lalu kami yang lanjutkan biasanya dengan ngomel soalnya udah ada janji main ke rumah temen. Atau tentang nilai nilai dalam kehidupan bersosial dilingkungan rumah, mama saya termasuk orang yang rajin ngirim-ngirim makanan ke tetangga dekat dirumah, dan percaya nggak percaya itu tertular pada saya sekarang dilingkungan baru ini. Dan ternyata banyak juga yang tidak mendapat contoh baik itu dari orang tuanya, contoh untuk beramah tamah pada tetangga “setor muka” istilahnya untuk warga baru yang datang ke suatu lingkungan untuk sekedar silaturahmi berbasa basi dan kenalan. Makasih lagi untuk mama.


Nah peer terbesarnya sekarang adalah bagaimana cara mentransfer ilmu itu dengan lebih baik lagi ke Syams dan adik-adiknya kelak, menanamkan nilai kehidupan, meng upgreat lifeskill mereka sebagai manusia untuk menghadapi dunia nyata kelak, semoga si partner nggak bosen dan terus ada kayak sekarang yang terus bantuin nyari solusi hehe.