Assalamualaikum,, mumpung masih semangat nulis jadi sekalian bisa posting tentang isi seminarnya juga, soalnya masih anget dikepala. Sejak ada
instgram dan instagran story sejujurnya aku jadi lebih sering sharing sesuatu
disana karena lebih praktis tanpa buka laptop, tapi tetep aja kangen sharing di
blogspot, kangen posting pake repot yang harus edit sana sini, nulis agak
banyak, edit foto dan ngumpulin niat yang super banyak buat buka laptop setelah
bocah-bocah bobo hihii.
Nama Udztad Harry Santosa ini sebetulnya sudah nggak asing
buat saya, yang walaupun belum tau siapa, belum pernah ikut seminarnya, juga
belum pernah baca bukunya, tapi sering jadi bahan obrolan ibu-ibu di WAG IP
Banten yang pernah ikut seminar beliau, atau baca bukunya dengan ilmu parenting
yang bagus banget. Kemarin perdana saya ketemu beliau dan ikut mendengarkan
seminarnya yang masyaallah banyak ilmu yang saya dapat dan berharap ada yang
bisa diamalkan, aamiin.
Diawal seminar udztad menanyakan rata-rata usia peserta
seminar yang ternyata kebanyakan ibu-ibu peserta kelahiran 80-90an, generasi
ibu galaw katanya, kenapa disebut generasi ibu galaw? Sebab ibu-ibu ini mulai
tidak percaya dengan sistem pendidikan sekarang, namun meragukan kemampuan dan
kesiapannya untuk mengajari anak dengan mandiri di rumah (home schooling misal).
Saya ngerasa banget sih masuk grup ibu galaw itu hehee. Dilanjutkan tentang pentingnya
ayah dalam pengasuhan, yang ternyata peranannya sama penting dan sama porsinya
dengan ibu, gimana caranya bisa menyeimbangi pengasuhan ibu yang notabenenya
seharian dengan anak, dengan ayah yang dibilang minim waktu? Maksimalkan, buat
jadwal dan quality time. Karena kebaikan seorang ayah akan tertular pada
anaknya, seperti yang dicontohkan para nabi dan sesepuhnya juga teturunannya, yang kalau
dipikir dan di ingat memang benar juga banyak nabi yang merupakan ayah anak,
bahkan Nabi kita Ibrahim alayihi salam disebut juga bapaknya para nabi.
Ternyata kebaikan itu mengalir, kearifan itu ditiru dan sebaik-baiknya warisan
adalah ilmu, sebaik-baiknya amal adalah meninggalkan anak shalih. Udztad
mengambil contoh Bapak BJ Habibie yang teguh dengan misi hidupnya di bidang
dirgantara, kemudian mengalir menjadi misi hidup anaknya juga. Lalu apa peranan
kita sebagai ibu? Kitalah yang harus 100% mendukung visi dan misi hidup suami,
bawa suami kita dalam kesuksesan hidupnya, buat anak kita menemukan visi
hidupnya. Jika seorang istri mendukung misi hidup suaminya sepenuh hati, maka
cinta suami tak akan bertepi, yang dicontohkan dengan kisah cinta Pak Habibie
kepada Ibu Ainun yang sempat di buat film paling romantis.
Apa yang terjadi jika suami belum menemukan misi hidupnya?
Bantu cari, bersama bergandengan tangan menuju satu arah, “karena cinta itu
bukan hanya saling bertatapan penuh mesra, tapi bergandengan tangan menatap
suatu tujuan yang sama bersama”. Kemudian ingat suami di rumah, sebetulnya misi
hidup dia apa yaa? Udah ketemu belum ya? Karena menurut beliau lagi (udztad
Harry) jika seorang suami belum mengetahui visi hidupnya, salah kariernya bisa
berakibat buruk buat keluarga. Tiap pulang kerja marah-marah, saat weekend
enggan di rumah, kalau minggu sore mulai maagh (lucu emang pak udztad ini,
menebar banyak quote hihii). Banyak kasus LGBT, kecanduan narkotik dan kenakalan
lain, jika dilihat bermula dari kurangnya peran pengasuhan ayah di rumah. Jika
Ayah abai, ibunya lalay, bersiaplah memiliki anak alay. Apa saja yang penting
di terapkan oleh orang tua? Ada 3 hal yang harus diketahui,
1.
Tarbiyah = menanamkan fitrah anak
2.
Ta’dim = menanamkan adab
Kedua poin ini wajib dilakukan oleh orang
tua, dengan pengajaran dan contoh
3.
Ta’lim = belajar
Ini bisa dilakukan sendiri, atau diberikan
oleh pihak ketiga (guru, udztad, sekolah, pondok dll)
Namun apa yang terjadi pada pendidikan saat ini? Anak
sekarang seperti dikarbit, terburu-buru diminta dewasa, tergesa para orang tua untuk memanen hasilnya. Jika anak masuk TK
sudah bergegas (terlalu dini) maka saat SD mulai lemas, dengan segala bentuk
les dan pelajaran tambahan, lalu SMP nya gimana? Saat SMA takut kebablasan lalu
masukan anak ke Pondok, padahal itu bukan solusi sama sekali. Mendidik anak kita
cepat dewasa akan membuat orang dewasa yang kekanakan kelak. Tidak bertanggung
jawab, tidak memahami visi hidup dan peran peradabannya di dunia. Tugas kitalah
menghantarkan anak pada peran peradabannya.
Masih banyak lagi yang beliau bahas, namun sulit untuk saya
sharing semua, next kalau ada seminar
dan Udztad Harry sebagai pembicara aku rekomendasikan banget buat ikutan,
inysyaallah manfaat. Dari sekian banyak ilmu semoga ada banyak yang bisa
diterapkan dalam keluarga dan menular di linggkungan terdekat aamiin.