Sudah
cukup lama sebenernya saya ingin posting mengenai “menjadi
seorang istri” bukannya menjadi istri sholehah, atau sifat buruk
para istri, tapi ini catatan mengenai gambaran seorang istri yang
muncul setelah saya menonton beberapa film, membaca buku dan curhat
dengan beberapa sahabaat yang menurut saya awalnya “kalo aq
diposisi itu, kayanya bakal nyari suami lagi ajah” dan masih
sedikit terlintas hingga kini.
Pertama
dari film yang saya tonton, saya lupa judul filmnya tapi si tokoh
istri diperankan Wynona ryder, dia jadi istri dari seorang alcoholic
yang sangat sulit untuk berhenti minum-minuman keras, setelah
mengalami sulitnya hidup berumah tangga selama bertahun-tahun,
kesulitan untuk memiliki anak, kekerasan dalam rumah tangga,
kebangkrutan yang dialami mereka berdua karena sifat sang suami' tapi
Wynona tetap disampingnya untuk menolong, menjadi backup untuk
mencari penghasilan dan rela untuk keguguran berkali-kali karena
sifat suaminya yg pemabuk' itu yang saya nggak habis fikir ko’ ada
perempuan yang begitu bodohnya (cintanya) untuk terus bertahan, dan
percaya suaminya akan lebih baik nanti’ dan setia untuk terus
membantu sang suami yaahh mungkin hanya cerita film menurut saya
waktu itu, karena ending dari film-film Hollywood selalu berakhir
dengan happy ending bukan??
Kemudian
saya dapat pinjaman buku dari teman saya “Ainun & Habibie”
mungkin ada beberapa yang sudah pernah baca bukunya, buku yang bikin
saya nangis sesenggukan dikamar, dan mata saya bengkak esok paginya.
Mereka tokoh di Indonesia, terkenal,, sangat terkenal, Pak Habibie
mantan Presiden disini dan bu Ainun adalah first
lady-nya. Membaca awal rumah tangga mereka
saya takjub karena ini kisah nyata, benar terjadi dan pernah dialami
oleh wanita yang kini telah berpulang itu, dari awal cerita saya tahu
bu Ainun itu dari keluarga terpandang sedangkan pa Habibie itu bukan
siapa-siapa awalanya tapi bu Ainun yang kala itu adalah seorang
dokter muda yang cantik dimasa cemerlang kariernya rela meninggalkan
semua itu hanya untuk diam di rumah menjadi ibu rumah tangga yang
merawat anak dan suami yang masih menjadi mahasiswa di Jerman, jauh
dari tanah air tanpa keluarga atau teman dekat untuk dibagi kisah dan
keluhnya, sesuatu yang menurut saya “ya ampun ibuu plis deh, ko’
mau sih” tapi ternyata menjadi pilihan bu Ainun kala itu, bu Ainun
yang belum tau suaminya itu ternyata akan menjadi presiden, yang
tidak tau karena kesetiaannya pada pa Habibie membuatnya dilimpahi
kesempatan dan keberkahan indah lainnya, mungkin itu balasan yang di
janjikan Allah swt pada istri yang solehah “Astagfirullahalazim...”
saya hanya bertasbih merasa malu dengan kesombongan saya saat itu,
saya yang jika ditanya “kamu nanti kalo udah nikah mau berhenti
kerja ga kalo disuruh suami?” akan langsung menjawab dengan “ngga”.
Malu rasanya kalau sampai ada yang mengatakan pada saya betapa
sombongnya perempuan ini, perempuan yang tidak terlalu cantik ini,
yang kariernya pun biasa saja, tapi sangat congkak terhadap kodratnya
kelak “Astagfirullohaladzim...”
Kemudian
saya bertemu dengan sahabat perempuan saya ini untuk mengembalikan
bukunya dan membahas cerita didalamnya juga mengenai kehidupan
pribadi kami dan hubungan kami dengan pria, diluar dugaan saya teman
saya ini ternyata tipikal wanita-wanita yang memegang kesetiaan,
pengabdian penuh, dan loyalitas terhadap hubungan dengan pasangannya
bahkan sebelum menjadi suami. Dia orang pertama yang menampar saya
denagn ucapannya yang “ntar yang tua sama kita siapa mey??” itu
saja katanya yang membuat saya #jleb dalam sekali’ yang
kemudian dia bilang apakah mungkin memulai kmbali suatu hubungan baru
saat kita sudah terbiasa dengan pasangan kita sekarang, menerima
orang baru dalam hidup, belajar kmbali dari awal sifat dan prilakunya
untuk mendapatkan kenyamanan, dan bukankah lebih baik kita coba
belajar dan mempertahankan, membina hubungan agar lebih baik saja
daripada menyerah pada kenyataan, menyerah pada permasalahan, dan
juga apakah dengan pasngan baru kita yakin bisa melawatinya dengan
lebih baik? Jika dengan permasalahan yang pertama kita menyerah, maka
akan ada pula kemungkinan kita menyerah saat dengan pasangan baru
“mau sampai kapan mey? Mau sampai berapa banyak pria mey?” ituu
saja kata-kata yang dia bilang untuk menampar saya lebih keras lagi,
yang setelah saya fikir dan cerna kalimat-kalimat tersebut, saya
menyadari bahwa memang menjadi seorang istri haruslah menjadi wanita
yang lebih, lebih sabar, lebih mengerti, lebih mengalah, lebih
menghargai terhadap suaminya karena pada intinya suami memang kepala
keluarga tapi istri merupakan lehernya, yang jika dia tak mau
bergerak maka sang kepala diam, atau sebaliknya. Jadi dalam kehidupan
berumah tangga kelak sang istri yang memegang peranan penting atas
rumahtangganya, baik buruknya rumahtangga tersebut menjadi cerminan
prilaku sang istri untuk mengaturnya, semoga ada hikmah.
No comments:
Post a Comment