Thursday, January 5, 2012

Menjadi seorang istri



Sudah cukup lama sebenernya saya ingin posting mengenai “menjadi seorang istri” bukannya menjadi istri sholehah, atau sifat buruk para istri, tapi ini catatan mengenai gambaran seorang istri yang muncul setelah saya menonton beberapa film, membaca buku dan curhat dengan beberapa sahabaat yang menurut saya awalnya “kalo aq diposisi itu, kayanya bakal nyari suami lagi ajah” dan masih sedikit terlintas hingga kini.
Pertama dari film yang saya tonton, saya lupa judul filmnya tapi si tokoh istri diperankan Wynona ryder, dia jadi istri dari seorang alcoholic yang sangat sulit untuk berhenti minum-minuman keras, setelah mengalami sulitnya hidup berumah tangga selama bertahun-tahun, kesulitan untuk memiliki anak, kekerasan dalam rumah tangga, kebangkrutan yang dialami mereka berdua karena sifat sang suami' tapi Wynona tetap disampingnya untuk menolong, menjadi backup untuk mencari penghasilan dan rela untuk keguguran berkali-kali karena sifat suaminya yg pemabuk' itu yang saya nggak habis fikir ko’ ada perempuan yang begitu bodohnya (cintanya) untuk terus bertahan, dan percaya suaminya akan lebih baik nanti’ dan setia untuk terus membantu sang suami yaahh mungkin hanya cerita film menurut saya waktu itu, karena ending dari film-film Hollywood selalu berakhir dengan happy ending bukan??
Kemudian saya dapat pinjaman buku dari teman saya “Ainun & Habibie” mungkin ada beberapa yang sudah pernah baca bukunya, buku yang bikin saya nangis sesenggukan dikamar, dan mata saya bengkak esok paginya. Mereka tokoh di Indonesia, terkenal,, sangat terkenal, Pak Habibie mantan Presiden disini dan bu Ainun adalah first lady-nya. Membaca awal rumah tangga mereka saya takjub karena ini kisah nyata, benar terjadi dan pernah dialami oleh wanita yang kini telah berpulang itu, dari awal cerita saya tahu bu Ainun itu dari keluarga terpandang sedangkan pa Habibie itu bukan siapa-siapa awalanya tapi bu Ainun yang kala itu adalah seorang dokter muda yang cantik dimasa cemerlang kariernya rela meninggalkan semua itu hanya untuk diam di rumah menjadi ibu rumah tangga yang merawat anak dan suami yang masih menjadi mahasiswa di Jerman, jauh dari tanah air tanpa keluarga atau teman dekat untuk dibagi kisah dan keluhnya, sesuatu yang menurut saya “ya ampun ibuu plis deh, ko’ mau sih” tapi ternyata menjadi pilihan bu Ainun kala itu, bu Ainun yang belum tau suaminya itu ternyata akan menjadi presiden, yang tidak tau karena kesetiaannya pada pa Habibie membuatnya dilimpahi kesempatan dan keberkahan indah lainnya, mungkin itu balasan yang di janjikan Allah swt pada istri yang solehah “Astagfirullahalazim...” saya hanya bertasbih merasa malu dengan kesombongan saya saat itu, saya yang jika ditanya “kamu nanti kalo udah nikah mau berhenti kerja ga kalo disuruh suami?” akan langsung menjawab dengan “ngga”. Malu rasanya kalau sampai ada yang mengatakan pada saya betapa sombongnya perempuan ini, perempuan yang tidak terlalu cantik ini, yang kariernya pun biasa saja, tapi sangat congkak terhadap kodratnya kelak “Astagfirullohaladzim...”
Kemudian saya bertemu dengan sahabat perempuan saya ini untuk mengembalikan bukunya dan membahas cerita didalamnya juga mengenai kehidupan pribadi kami dan hubungan kami dengan pria, diluar dugaan saya teman saya ini ternyata tipikal wanita-wanita yang memegang kesetiaan, pengabdian penuh, dan loyalitas terhadap hubungan dengan pasangannya bahkan sebelum menjadi suami. Dia orang pertama yang menampar saya denagn ucapannya yang “ntar yang tua sama kita siapa mey??” itu saja katanya yang membuat saya #jleb dalam sekali’ yang kemudian dia bilang apakah mungkin memulai kmbali suatu hubungan baru saat kita sudah terbiasa dengan pasangan kita sekarang, menerima orang baru dalam hidup, belajar kmbali dari awal sifat dan prilakunya untuk mendapatkan kenyamanan, dan bukankah lebih baik kita coba belajar dan mempertahankan, membina hubungan agar lebih baik saja daripada menyerah pada kenyataan, menyerah pada permasalahan, dan juga apakah dengan pasngan baru kita yakin bisa melawatinya dengan lebih baik? Jika dengan permasalahan yang pertama kita menyerah, maka akan ada pula kemungkinan kita menyerah saat dengan pasangan baru “mau sampai kapan mey? Mau sampai berapa banyak pria mey?” ituu saja kata-kata yang dia bilang untuk menampar saya lebih keras lagi, yang setelah saya fikir dan cerna kalimat-kalimat tersebut, saya menyadari bahwa memang menjadi seorang istri haruslah menjadi wanita yang lebih, lebih sabar, lebih mengerti, lebih mengalah, lebih menghargai terhadap suaminya karena pada intinya suami memang kepala keluarga tapi istri merupakan lehernya, yang jika dia tak mau bergerak maka sang kepala diam, atau sebaliknya. Jadi dalam kehidupan berumah tangga kelak sang istri yang memegang peranan penting atas rumahtangganya, baik buruknya rumahtangga tersebut menjadi cerminan prilaku sang istri untuk mengaturnya, semoga ada hikmah.

No comments: