Wednesday, August 21, 2013

Karena Percaya Saja Ternyata Tidak Cukup


Benerkan? Karena percaya saja tidak cukup, tapi kita harus yakin!!
Percaya apa? Yakin pada siapa? Mungkin itu pertanyaan berikutnya. Menggantungkan semua doa dan harapan, keinginan dan cita-cita, tempat berkeluh kesah kemudian berterimakasih, saya orang yang selalu punya baaanyak keinginan, keinginan tentang segala hal’ tentang semua barang, kejadian, pengharapan akan segala sesuatu yang baik-baik dalam hidup, dan Ramadhan kemarin saya diamanahi menjadi ketua pelaksana acara di KopeaHasanah dengan tajuk “seribu bingkisan, sejuta cinta” rencananya kami akan  memberikan seribu bingkisan untuk anak panti, santri, yatim, piatu, dan dhuafa, yaa seribu’ angka satu diikuti tiga angka nol dibelakangngya, bukan jumlah yang sedikit memang tapi saya percaya ini akan terwujud, percaya ada Allah dan harus yakin Allah akan bantu.

Awalnya “Kang dwi,, yakin mau bikin acara ini? Apa nggak usah aja yaa,, kan acaranya mepet sama acara lain, waktunya sedikit, bakal nyampe nggak yaa?” lalu “Kang dwi, ini uangnya masih minim’ buat DP kaos anak panti ajah kurang, gimana dong?” dan banyak keluhan-keluhan lain membanjiri kang Dwi diawal acara ini’ (hehehee,, ngerepotin banget lah ini jadi malu) rasa nggak yakin dan pesimis nyampur jadi satu. M min dua saldo Kopeahasanah nggak bergerak dianggka dua ratus ribu dari target awal tujuh puluh lima juta (soalnya satu bingkisan kami target tujuh puluh lima ribu) siapa yang nggak jiper coba? Sisa empat belas hari tapi belum ada sedekah yang dititpkan, kemudian masuk H min tujuh alhamdulilah mulai banyak yang sedekah, mulai dari uang cash, titipan ratusan amplop plus isinya, titipan sajadah, sandal anak-anak, kerudung, dan banyak lainnya yang terus mengalir bahkan sampai acara ini berakhir titipan masih mengalir (masih agak nggak percaya juga) dari yang awalnya kami merasa bingung apa yang akan kami berikan’ saking minimnya sedekah yang terkumpul, menjadi bingung penyalurannya karena sedekah yang datang terus menerus berdatangan, dan semua harus cepat disalurkan ke orang-orang yang berar membutuhkan. Alhamdulillah untuk semua itu, dan sampai akhirnya saya ingat-ingat kembali semua keraguan, kecemasan, pesimis yang muncul diawal itu mungkin hanya karena saya kurang yakin dan mungkin lupa, bahwa ada sang pemilik dari seluruh pemilik semesta yang akan menggerakan hati, yang bisa membuat hal yang sulit menjadi mudah, dan yang mustahil akan terjadi.


Monday, August 19, 2013

Karena Bukan Kita yang Memilih


*Diresepsi nikahan Viki jam-jam mau pulang
Aq : Auuuummm,,, *diikuti pelukan dan senyum girang
Arum : MERIIIIII *lupa sebenernya dia mangil Merry atau Wati saking seringnya dia manggil Wati sekarang
Fajar : jiga nu tara panggih wae
Aq & Arum : *liat Fajar bntar lalu “AAAAAA!!!” *exited pelukan lagi :P

Karena bukan kita yang memilih untuk merasa nyaman bercerita tentang apa saja dan siapa saja, lebih memilih menunggu waktu berbulan-bulan untuk bisa cerita’ padahal masih banyak orang lain yang bisa kita ajak ngobrol.

Karena bukan kita yang memilih untuk bercerita jutaan kisah hidup berjam-jam hingga larut malam, yang tanpa sadar topik pembicaraan kami sudah sampai Dyah Pitaloka dan Hayam wuruk dalam Perang babat.

Karena bukan kita yang memilih untuk bisa berbagi makanan, minuman, semua pakaian, makeup dan isi belanjaan dengan orang yang sama.

Karena bukan kita yang memilih untuk tetap exited tiap bertemu seseorang padahal kami masih sering bertemu tapi rasanya tetap menyenangkan.

Semga Allah selalu memberikan semua yang baik-baik pada kalian teman-teman ku’ aamiiin

Turn On 25


Hehheee iyah udah seperempat abad dikasih jatah hidup dan nggak tau juga masih sisa berapa tahun lagi, kadang ngerasa udah cukup banyak ngelakuin ini dan itu, tapi  lalu terlintas “kok belum ngapa-ngapain” karena to do list yang saya punya masih banyak yang belum dikerjakan.

Banyak keajaiban yang terjadi, hal-hal yang sampai sekarang masih belum saya percaya bisa kejadian. Alhamdulillah masih dititipi begitu banyak kebahagian, dikelilingi orang-orang yang baik, keluarga yang ajaib, teman-teman yang luar biasa dan dilimpahi begitu banyak nikmat. Kalo diingat-ingat saya udah lama banget nggak nangis karna patah hati, galau atau kecewa sama orang karena menurut saya itu juga nikmat (kalo nangis nonton film Koea jangan diitung yaa). Kadang saya ngerasa “kok semua yang saya minta dengan mudah dan cepatnya terkabul yaa”  bersyukur sekali karena itu, saya bukan orang yang dilimpahi materi dari orang tua, jadi harus ada yang diusahakan, harus melakukan sesuatu untuk dapat sesuatu gitu deh’ dan alhamulillah-nya yang saya usahakan selalu dimudahkan. Masih belum tau juga posting ini tujuannya kemana hehee,, intinya im enjoying my blessing life and thank you allah for blessing me.

Happy turn on twenty five merr,,

Monday, August 12, 2013

WS Rendra

Saya bukan orang yang ngerti seni,, lukisan, puisi atau hal-hal yang bersifat tersirat tanpa makna langsung, sulit menebak-nebak dan merasa nggak bisa dan takut salah tafsir. Bukan juga penggemar WS Rendra, bahkan puisinya saya nggak pernah tahu sampai hari ini, saat kebetulan baca artikel tentang beliau dan isi puisinya yang semakin berumur beliau makin lebih dalam memaknai kehidupan, sang pencipta,, Allah SWT

MAKNA SEBUAH TITIPAN
WS Rendra
Sering kali aku berkata, ketika orang memuji milikku,
bahwa sesungguhnya ini hanya titipan, bahwa mobilku hanya titipan Nya, bahwa rumahku hanya titipan Nya, bahwa hartaku hanya titipan Nya, bahwa putraku hanya titipan Nya,
Tetapi, mengapa aku tak pernah bertanya, mengapa Dia menitipkan padaku?
Untuk apa Dia menitipkan ini padaku?
Dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan untuk milik Nya ini?
Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku?
Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali oleh-Nya ?
Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah, kusebut itu sebagai ujian, kusebut itu sebagai petaka, kusebut dengan panggilan apa saja untuk melukiskan bahwa itu adalah derita.
Ketika aku berdoa, kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku,
aku ingin lebih banyak harta,
ingin lebih banyak mobil,
lebih banyak rumah,
lebih banyak popularitas,
dan kutolak sakit, kutolak kemiskinan,
Seolah semua “derita” adalah hukuman bagiku.

Seolah keadilan dan kasihNya harus berjalan seperti matematika:
aku rajin beribadah, maka selayaknyalah derita menjauh dariku, dan
Nikmat dunia kerap menghampiriku.
Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang, dan bukan Kekasih.
Kuminta Dia membalas “perlakuan baikku”, dan menolak keputusanNya yang tak sesuai keinginanku,
Gusti, padahal tiap hari kuucapkan, hidup dan matiku hanyalah untuk beribadah…

Kemudiam diam merenung setelah bait terakhir,,,